>

Laptop dengan RAM Disolder: Efisien atau Justru Menyulitkan?

Laptop dengan RAM Disolder: Efisien atau Justru Menyulitkan?

Kalau kalian perhatikan, makin banyak laptop modern sekarang datang dengan RAM yang disolder langsung ke motherboard. Dari ultrabook tipis sampai laptop AI terbaru, tren ini sudah jadi standar baru. Tapi banyak pengguna masih ragu: apa sebenarnya keuntungan dari desain seperti ini, dan kenapa justru terlihat seperti langkah mundur dibanding laptop yang RAM-nya bisa di-upgrade?

Baca juga: Update Windows 11 Terbaru Rusak Fungsi Localhost, Developer Global Kena Dampaknya

Efisiensi dan Performa Jadi Alasan Utama

Secara teknis, RAM yang disolder biasanya menggunakan tipe LPDDR4x atau LPDDR5 — versi low power dari RAM desktop biasa (DDR). Jenis ini dirancang untuk efisiensi energi dan kecepatan tinggi, sehingga cocok untuk laptop tipis yang mengutamakan daya tahan baterai. Karena langsung tertanam di papan sirkuit, koneksi antara RAM dan prosesor jadi lebih pendek, yang berarti latensi lebih rendah dan bandwidth data lebih besar. Hasilnya, performa multitasking dan respons sistem bisa terasa lebih cepat, meskipun kapasitas RAM-nya sama dengan laptop biasa.

Desain ini juga memberi keuntungan besar dalam hal ukuran dan pendinginan. Tanpa slot SO-DIMM, produsen bisa menata komponen dengan lebih efisien, menambah ruang untuk baterai, atau sistem pendingin yang lebih besar. Itu sebabnya banyak laptop dengan RAM disolder punya bodi yang sangat tipis tapi tetap mampu bekerja cepat. Selain itu, RAM jenis ini juga lebih hemat daya — konsumsi listriknya bisa 20–30% lebih rendah dibanding DDR5 biasa, yang berarti baterai tahan lebih lama.

Kekurangan: Tidak Fleksibel dan Sulit Diperbaiki

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa desain ini datang dengan konsekuensi. Karena RAM disolder permanen, tidak ada opsi upgrade. Kalau kalian membeli laptop dengan RAM 8GB, maka 8GB itulah batasnya sampai akhir masa pakai. Untuk sebagian pengguna, ini tidak masalah — tapi bagi yang suka melakukan upgrade bertahap, ini bisa terasa membatasi. Selain itu, kalau RAM mengalami kerusakan (meskipun jarang), perbaikannya jauh lebih rumit dan mahal, karena teknisi harus mengganti seluruh papan motherboard, bukan sekadar modul RAM-nya.

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah umur pemakaian. Laptop dengan RAM disolder memang efisien dan kuat, tapi ketika kebutuhan aplikasi meningkat di masa depan, kapasitas tetapnya bisa menjadi batasan. Artinya, laptop seperti ini idealnya dipilih dengan spesifikasi yang “aman jangka panjang”, minimal 16GB untuk penggunaan produktif modern.

Jadi, apakah RAM disolder itu buruk? Tidak juga. Semua tergantung kebutuhan. Kalau kalian mencari laptop yang ramping, hemat daya, dan cepat untuk bekerja atau multimedia, sistem seperti ini justru ideal. Tapi kalau kalian ingin kebebasan upgrade dan fleksibilitas jangka panjang, laptop dengan RAM yang bisa diganti tetap jadi pilihan lebih bijak.

Pada akhirnya, desain RAM disolder bukan tanda kemunduran teknologi — melainkan adaptasi terhadap tuntutan perangkat yang makin tipis, efisien, dan mobile. Tantangannya ada pada kita sebagai pengguna: memahami komprominya, dan memilih sesuai kebutuhan, bukan sekadar mengikuti tren.

Comments

VIDEO TERBARU MURDOCKCRUZ :

Indra Setia Hidayat

Saya bisa disebut sebagai tech lover, gamer, a father of 2 son, dan hal terbaik dalam hidup saya bisa jadi saat membangun sebuah Rig. Jauh didalam benak saya, ada sebuah mimpi dan harapan, ketika situs ini memiliki perkembangan yang berarti di Indonesia atau bahkan di dunia. Tapi, jalan masih panjang, dan cerita masih berada di bagian awal. Twitter : @murdockcruz Email : murdockavenger@gmail.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.