Laporan Terbaru Tepis Kekhawatiran Terkait Smartphone & Kanker Otak
Selama bertahun-tahun, kekhawatiran tentang potensi risiko kesehatan akibat penggunaan Smartphone terus berlanjut, yang dipicu oleh peringatan sebelumnya dari berbagai organisasi kesehatan. Salah satu kekhawatiran yang paling menonjol adalah apakah paparan radiasi ponsel dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker otak. Kini, tinjauan penting penelitian ilmiah telah memberikan berita yang meyakinkan bagi miliaran pengguna ponsel di seluruh dunia.
Sebuah laporan komprehensif, yang ditugaskan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan dilakukan oleh Australian Radiation Protection and Nuclear Safety Agency (ARPANSA), telah menepis kekhawatiran lama tentang hubungan antara ponsel dan kanker otak.
Baca juga: Rekomendasi Laptop Budget 5 Jutaan (Update September 2024)
Studi tersebut meneliti lebih dari 5.000 makalah penelitian dari tiga dekade terakhir dan menyimpulkan tidak ada bukti kredibel yang mendukung klaim bahwa penggunaan ponsel berkontribusi terhadap kanker di otak atau daerah kepala dan leher.
Yang membedakan studi ini dari laporan sebelumnya adalah metodologinya yang menyeluruh dan independen. Tinjauan tersebut mencakup 63 studi observasional yang paling andal, yang meneliti data dari seluruh dunia. Khususnya, penelitian ini mengandalkan studi kohort terbaru yang melacak kebiasaan pengguna secara real time, bukan pada ingatan mereka tentang penggunaan ponsel di masa lalu—yang menawarkan penilaian yang lebih akurat.
Sebuah tim yang terdiri dari 11 peneliti dari 10 negara berbeda memimpin penelitian tersebut, yang tidak hanya mempertimbangkan kanker otak tetapi juga kanker langka lainnya pada sistem saraf pusat, termasuk yang memengaruhi meningen, kelenjar ludah, dan kelenjar pituitari. Meskipun penggunaan ponsel meningkat drastis selama bertahun-tahun, tingkat kanker tetap stabil, memberikan bukti lebih lanjut yang menentang adanya hubungan langsung.
Salah satu elemen penting dari perdebatan ini adalah memahami jenis radiasi yang dipancarkan oleh ponsel. Perangkat seluler, seperti kebanyakan teknologi nirkabel, memancarkan radiasi elektromagnetik frekuensi radio non-pengion. Tidak seperti radiasi pengion, seperti sinar-X, radiasi non-pengion tidak memiliki energi untuk merusak DNA atau memutus ikatan kimia—sehingga sangat kecil kemungkinannya untuk menyebabkan kanker.
Ketika International Agency for Research on Cancer (IARC) melabeli radiasi ponsel sebagai “kemungkinan” karsinogen pada tahun 2011, lembaga itu menempatkan paparan frekuensi radio dalam kategori yang sama dengan zat-zat seperti acar dan kopi. Klasifikasi tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa diperlukan lebih banyak penelitian, bukan bahwa ada bukti kuat tentang bahayanya.
Selain perangkat seluler, penelitian tersebut juga meneliti kekhawatiran seputar menara ponsel, yang secara keliru dikaitkan dengan risiko kanker, terutama selama pandemi ketika rumor beredar tentang teknologi 5G. Temuan tersebut mengonfirmasi bahwa menara seluler, yang mengirimkan data melalui gelombang radio, tidak menimbulkan ancaman kanker yang signifikan. Bahkan, tinjauan tersebut mengungkapkan bahwa jaringan mobile yang lebih baru seperti 3G dan 4G memancarkan tingkat radiasi frekuensi radio yang lebih rendah dibandingkan dengan jaringan yang lebih lama.
Meskipun teknologi 5G masih dalam tahap awal, para peneliti menunjukkan bahwa sistem radar, yang beroperasi pada frekuensi yang sama, tidak menunjukkan bukti peningkatan risiko kanker.
Laporan baru ini menawarkan kejelasan dan kelegaan yang sangat dibutuhkan bagi pengguna ponsel. Namun, komunitas ilmiah tetap waspada, mengakui bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan seiring dengan perkembangan teknologi. Tahap penelitian berikutnya akan menyelidiki jenis kanker lainnya, termasuk leukemia dan limfoma non-Hodgkin, yang juga secara longgar dikaitkan dengan penggunaan ponsel.
VIDEO TERBARU MURDOCKCRUZ :