Rumor: GPU Low-End Bisa Disuntik Mati Gara-Gara RAM Shortage
Kenaikan harga memori kini berubah dari sekadar kekhawatiran menjadi potensi krisis besar yang mirip dengan kelangkaan chip di era Covid. Setelah rumor bahwa lini RTX 5000 Super tertunda—bahkan mungkin dibatalkan—karena kekurangan memori, laporan baru menyebut Nvidia dan AMD bisa memangkas produksi GPU kelas rendah (low end) hingga menengah, bahkan menghentikan beberapa model yang paling terjangkau.
Baca juga: Windows 11 Mulai Jadi “Agentic OS” — Solusi atau Masalah Baru?
Menurut laporan Korea Economic Daily, kedua perusahaan sedang mempertimbangkan untuk menghentikan GPU murah yang biaya BOM-nya sangat sensitif terhadap harga memori. Rumor ini muncul tak lama setelah unggahan di Weibo yang menyebut bahwa AMD berencana menaikkan harga GPU dan chip memori untuk pelanggannya, sebuah “gelombang kedua” yang kemungkinan besar akan berdampak langsung ke harga ritel. Jika AMD melakukannya, Nvidia hampir pasti mengikuti langkah yang sama.
Just in: AMD and Nvidia are considering discontinuing mid- to low-end gaming GPUs where memory costs account for a large share of the BOM.
Taiwanese PC makers such as ASUS are reviewing plans to reduce memory configurations.
(The Korea Economic Daily)
— Jukan (@Jukanlosreve) November 18, 2025
Situasi ini makin mengkhawatirkan karena GPU kelas menengah dan entry-level merupakan pilihan paling populer di kalangan gamer—terlihat jelas pada survei Steam. Jika harga naik atau produk dihentikan, dampaknya akan langsung terasa oleh mayoritas pengguna PC, terlebih menjelang musim liburan.
Masalahnya bukan hanya GPU. Commercial Times melaporkan bahwa beberapa produsen motherboard dan notebook sudah menghentikan pengembangan model baru karena biaya memori yang melonjak. Bahkan smartphone dan tablet diprediksi ikut terdampak. Harga DDR5 sendiri dilaporkan sudah meningkat dua kali lipat dalam beberapa bulan terakhir.
Lini RTX 5000 Super—yang dikabarkan membawa VRAM lebih besar—juga ikut terkena dampaknya. Dengan harga GDDR7 yang meroket, Nvidia harus memasang harga jauh lebih tinggi dari model non-Super, sesuatu yang dikhawatirkan akan memicu protes pengguna. Karena itu, penundaan atau pembatalan produk menjadi pilihan yang lebih aman.
Krisis ini dipicu oleh agresifnya ekspansi pusat data AI. Perusahaan AI dilaporkan telah “memborong” suplai memori global untuk memenuhi kebutuhan server GPU yang memakai DRAM dalam jumlah masif. Karena GDDR berbagi jalur produksi dengan jenis DRAM lain, prioritas ke produk AI otomatis mengurangi suplai untuk pasar konsumen.
Jika tren ini berlanjut, harga komponen PC—mulai dari GPU, RAM, hingga perangkat lain yang bergantung pada DRAM—diperkirakan akan terus naik dalam beberapa bulan ke depan, dengan risiko model-model murah benar-benar menghilang dari pasar.
VIDEO TERBARU MURDOCKCRUZ :
